Sayur Kol atau Kubis atau Cabbage di Indonesia adalah Sayuran yang biasa dimakan sebagai lalapan. Sayur Kol atau Kubis ini mengandung banyak mineral seperti Kalium, Kalsium, Fosfor, Natrium, Besi, dan yang paling penting mengandung senyawa seperti Sianohidroksibutena, Sulforafan, Liberin yang dapat membentuk senyawa Glutation. Senyawa Glutation diperlukan dalam tubuh manusia untuk menonaktifkan zat beracun. Dengan keberadaan senyawa Glutation tersebut dapat membantu menghambat pertumbuhan sel tumor/kanker seperti kanker kolon, kanker rectum. Manfaat lainnya yaitu dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah, mengatasi sembelit, pengobatan berkaitan dengan saluran pencernaan, dsb.
Baby kubis yang berkembang menjadi salah satu komoditas sayuran di Indonesia, sebenarnya merupakan substitusi dari kubis tunas atau kol brusel (brussels sprouts, Brassica olevacea var. gemmifera DC.). Disebut kubis tunas, karena “kepala” nya justru terbentuk pada tunas yang tumbuh memenuhi seluruh batang. Disebut kol brusel, karena pada jaman jenis kubis ini sudah mulai dikenal dan dibudidayakan pada jaman Kekaisaran Romawi Kuno. Sentra budidaya kol brusels, berlokasi di kawasan yang sekarang dinenal sebagai Belgia, dengan ibu kota Brusel.
Kalau batang kubis biasa pendek, dan hanya daunnya yang berkembang melebar kemudian memadat, maka batang kol brusel justru memanjang, dengan daun yang kecil, dengan jarak antar tangkai daun cukup jarang. Pada masing-masing ketiak daun inilah akan tumbuh tunas. Daun tunas kol brusel berukuran kecil-kecil, tumbuh saling menangkup, dan langsung memadat membentuk kepala. Bentuk kepala kol brusel umumnya bulat, berukuran sekitar 5 sd. 7 cm, dengan warna bagian luar tetap hijau. Tunas yang memadat membentuk kepala inilah yang dipanen.
Meskipun tunas kol brusel langsung memadat, namun tingkat kepadatannya tidak bisa seperti kepala kol bulat, maupun kol gepeng. Hingga tunas kol biasa pun, yang juga tidak terlalu padat, bisa menjadi alternatif pengganti kol brusels. Tidak pernah ketahuan dengan jelas, kapan dan di manakah di Indonesia pertama kali tunas kol biasa dijadikan sebagai substitusi kol brusels. Juga tidak ketahuan, mengapa tunas kol ini disebut keciwis. Sekitar 15 tahun yang lalu, keciwis banyak banyak dibudidayakan di kawasan Majalengka, Jawa Barat, dengan pasar utama Jakarta, dan sebagian diekspor.
Tidak ketahuan pula sejak kapan, keciwis, yang merupakan pengganti kol brusel, kemudian disebut sebagai baby kol atau baby kubis. Sebutan ini memang terkesan lebih tepat untuk menjangkau pasar menengah ke atas. Dan seperti biasa, begitu masyarakat menengan ke atas menerima komoditas ini, maka masyarakat luas akan ikut pula menerumanya. Hingga sekarang, di warung-warung kecil serta tukang sayuran kelinling, sudah menjajakan baby kol, yang dikemas dalam kantung plastik bening. Memasak baby kol memang terkesan lebih bergengsi dibanding memasak keciwis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar